gerakan iqro'

Manusia Pembelajar Sejati; Demi Pena dan Apa-Apa yang Dituliskannya

 
Other things
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Duis ligula lorem, consequat eget, tristique nec, auctor quis, purus. Vivamus ut sem. Fusce aliquam nunc vitae purus.
Other things
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Duis ligula lorem, consequat eget, tristique nec, auctor quis, purus. Vivamus ut sem. Fusce aliquam nunc vitae purus.
Other things
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Duis ligula lorem, consequat eget, tristique nec, auctor quis, purus. Vivamus ut sem. Fusce aliquam nunc vitae purus.
Other things
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Duis ligula lorem, consequat eget, tristique nec, auctor quis, purus. Vivamus ut sem. Fusce aliquam nunc vitae purus.
Other things
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Duis ligula lorem, consequat eget, tristique nec, auctor quis, purus. Vivamus ut sem. Fusce aliquam nunc vitae purus.
Kuntowijoyo; Bersajak untuk Malaikat dalam “Daun Makrifat, Makrifat Daun”
Jumat, 12 Desember 2008
Kuntowijoyo; Bersajak untuk Malaikat dalam
“Daun Makrifat, Makrifat Daun”

Sebagai hadiah
Malaikat menanyakan
apakah aku ingin berjalan di atas mega
dan aku menolak
karena kakiku masih di bumi
sampai kejahatan terakhir dimusnahkan
sampai dhuafa dan mustadh'afin
diangkat Tuhan dari penderitaan

>aku ingin
meletakkan sekuntum sajak
dimakam nabi
supaya sejarah menjadi jinak
dan mengirim sepasang merpati

(Daun Makrifat Makrifat Daun, Kuntowijoyo: 1995)


PENJELAJAHAN

Dalam melakukan penjelajahan terhadap karya sastra biasanya anak didik akan antusias ketika di berikan cerita tentang tokoh hebat atau sejarawan yang terkenal. Pada dasarnya pembelajaran yang ditekankan pada study tokoh akan lebih berhasil guna, pasalnya anak didik akan lebih mengenal dan mensifati kebaikan dan prestasi serta karya yang telah di lahirkan dari sang tokoh.

Dalam metode study tokoh kita akan mengenal biografi dari sang tokoh dari kelahiran, masa kecil sampai, riwayat pendidikan serta berbagai karya yang ditelurkannya. Sehingga pembelajaran semacam ini akan lebih memotifasi anak didik untuk berbuat lebih baik dan berguna melebihi tokoh yang kita ceritakan di depan kelas. Dan hal ini akan lebih mengena pada anak didik ketika mereka langsung di suguhkan pada karya dan dunia sang tokoh yang di bahas. Apalagi kalau mendatangkan sang tokoh langsung dihadapan anak didik, hal itu pasti aka memberikan kesan luar biasa pada mereka. Sehingga akhirnya kita akan melihat perubahan anak didik menuju sebuah mimpi besar seperti mimpi para tokoh bersar di dunia.

Tokoh yang melahirkan karya di atas ini seorang sejarawan beridentitas paripurna. Dia menyandang sejumlah identitas dan julukan. Penulis lebih 50-an buku ini seorang guru besar, sejarawan, budayawan, sastrawan, penulis-kolumnis, intelektual muslim, aktivis, khatib dan sebagainya. Guru besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, ini seorang yang sangat menghargai kearifan budaya Jawa, rendah hati dan bisa bergaul dengan semua golongan. Dia seorang intelektual muslim yang jujur dan berintegritas.

Baris sajak itu dipetik dari kumpulan puisi Daun Makrifat, Makrifat Daun, yang ditulis Kuntowijoyo pada 1995, selagi kesehatannya masih tergganggu. Sajak itu menggambarkan dengan jelas "perjuangan" seorang manusia yang sudah melihat kelebatan malaikat di sekitarnya. Namun ia tak mau begitu saja menyerah.

Ia menolak "berjalan di atas mega", walaupun diiming-imingi dengan hadiah yang barangkali tak pernah ada di dunia nyata. Ia masih ingin berada di bumi untuk melakukan kerja yang belum selesai: melibas kejahatan. Sampai kejahatan terakhir dimusnahkan,
Sampai dhuafa dan mustadh'afin diangkat Tuhan dari penderitaan. Itulah gelora jiwa dan semangat hidup Kuntowijoyo, Padahal langkah-langkah kakinya kian tertatih dan suaranya kelu, tak jelas artikulasi kalimat-kalimatnya

Kendati menjalani hidup dalam keadaan sakit, semenjak mengalami serangan virus meningo enchepalitis atau radang selaput otak kecil pada 6 Januari 1992, dia terus berkarya sampai detik-detik akhir hayatnya. Prof Dr Kuntowijoyo, yang akrab dipanggil Pak Kunto, ini meninggal dunia di Rumah Sakit Dr Sardjito Yogyakarta, Selasa 22 Februari 2005 pukul 16.00 akibat komplikasi penyakit sesak napas, diare dan ginjal.

Jenazahnya disemayamkan di rumah duka Jl Ampelgading 429, Perumahan Condongcatur dan di Balairung Universitas Gadjah Mada (UGM). Dikebumikan Rabu 23 Februari 2005 di Makam Keluarga UGM di Sawitsari, Yogyakarta. Dia meninggalkan seorang istri, Drs Susilaningsih MA yang dinikahi pada 8 November 1969, beserta dua putra, yakni Ir Punang Amaripuja SE MSc (34) dan Alun Paradipta (22).
Biografi singkat Kuntowijoyo
Kuntowijoyo lahir di Desa Ngawonggo, Kecamatan Ceper, Kabupaten Klaten, 18 September 1943. Pendidikan SD dan SMP ditempuhnya di Sekolah Rakyat Negeri Klaten (1956) dan SMP Negeri Klaten (1959). Lalu melanjut ke SMA Negeri Solo (1962). Kemudian melanjutkan studinya di Fakultas Sastra UGM Yogyakarta (1969).

Kunto meraih master di University of Connecticut, AS (1974) dan gelar doktor Ilmu Sejarah dari Universitas Columbia, AS (1980) dengan disertasi Social Change in an Agrarian Society: Madura 1850-1940.

Anak kedua dari sembilan bersaudara ini dibesarkan di lingkungan Muhammadiyah dunia seni. Ayahnya yang Muhammadiyah juga suka mendalang. Dia diasuh dalam kedalaman religius dan seni. Dua lingkungan yang sangat mempengaruhi pertumbuhannya semasa kecil dan remaja.

Semasa kuliah, beliau sudah akrab dengan dunia seni dan teater. Beliau bahkan pernah menjabat sekretaris Lembaga Kebudayaan Islam (Leksi) dan ketua Studi Grup Mantika, hingga 1971. Pada kesempatan ini, beliau berkesempatan bergaul dengan beberapa seniman dan budayawan muda, seperti Arifin C. Noer, Syu’bah Asa, Ikranegara, Chaerul Umam dan Salim Said.

Sementara minat belajar sejarah sudah terlihat sejak kecil. Konon, saat belajar di madrasah ibtidaiyah di sebuah desa di Klaten, Jawa Tengah (1950-1956), Kunto kecil sangat kagum kepada guru mengajinya, Ustad Mustajab, yang piawai menerangkan peristiwa tarikh (sejarah Islam) secara dramatik. Seolah beliau dan murid-murid lainnya ikut mengalami peristiwa yang dituturkan Sang Ustad itu. Sejak itu, beliau tertarik dengan sejarah.

Bakat menulisnya juga tumbuh sejak masih duduk di bangku madrasah ibtidaiyah itu. Gurunya, Sariamsi Arifin, seorang penyair dan Yusmanam, seorang pengarang. Kedua guru inilah yang membangkitkan gairah menulis Kunto.

Dia pun mengasah kemampuan menulis dengan terus menulis. Baginya, cara belajar menulis adalah banyak membaca dan menulis. Kunto, kemudian melahirkan sebuah novel berjudul Kereta Api yang Berangkat Pagi Hari dimuat di Harian Jihad sebagai cerita bersambung.
Selain seorang sejarawan, Kunto juga seorang kiyai. Dia ikut membangun dan membina Pondok Pesantren Budi Mulia tahun 1980 dan mendirikan Pusat Pengkajian Strategi dan Kebijakan (PPSK) di Yogyakarta tahun 1980. Dia menyatu dengan pondok pesantren yang menempatkan dirinya sebagai seorang kiai.

Dia juga seorang aktivis Muhammadiyah. Dia sangat lekat dengan Muhammadiyah. Dia pernah menjadi anggota PP Muhammadiyah. Bahkan dia melahirkan sebuah karya Intelektualisme Muhammadiyah: Menyongsong Era Baru. Ketua PP Muhammadiyah Prof Dr Syafii Maarif menyebut Kunto merupakan sosok pemikir Islam dan sangat berjasa bagi perkembangan Muhammadiyah. Menurut, Syafii, kritiknya sangat pedas tetapi merupakan pemikiran yang sangat mendasar.

Karya dan Penghargaan
Karya-karyanya pun terus mengalir sampai menjelang akhir hayatnya. Lebih 50 buku telah dirulisnya. Begitu juga cerpen dan kolom-kolomnya di berbagai media. Tak sedikit di antaranya meraih hadiah dan pengharaan. Cerita pendeknya, Dilarang Mencintai Bunga-Bunga (1968), memenangkan penghargaan pertama dari sebuah majalah sastra. Kemudian kumpulan cerpennya yang diberi judul sama Dilarang Mencintai Bunga-Bunga, mendapat Penghargaan Sastra dari Pusat Bahasa (1994). Anjing-Anjing Menyerbu Kuburan, mendapat penghargaan sebagai cerpen terbaik versi Harian Kompas berturut-turut pada 1995, 1996 dan 1997.

Novel Pasar meraih hadiah Panitia Hari Buku, 1972. Naskah dramanya berjudul Rumput-Rumput Danau Bento (1968) dan Topeng Kayu (1973) mendapatkan penghargaan dari Dewan Kesenian Jakarta. Penghargaan Kebudayaan diterima dari ICMI (1995), Satyalencana Kebudayaan RI (1997), ASEAN Award on Culture and Information (1997), Mizan Award (1998), Kalyanakretya Utama untuk Teknologi Sastra dari Menristek (1999) dan FEA Right Award Thailand (1999).

Juga menerima penghargaan dari Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia (1999). Novelnya, yang pernah menjadi cerita bersambung di harian Kompas, berjudul Mantra Pejinak Ular, ditetapkan sebagai satu di antara tiga pemenang Hadiah Sastra Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera) pada 2001.
Sementara, karya-karya intelektualnya antara lain Demokrasi dan Budaya (1994), Pengantar Ilmu Sejarah (1995), Metodologi Sejarah (1994), dan Radikalisme Petani (1993). Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi (1991) dan Identitas Politik Umat Islam, terbitan Mizan, Bandung, 1997, Muslim tanpa Masjid, Mizan, Bandung, 2001, Selamat Tinggal Mitos, Selamat Datang Realitas, (2002)

PENAFSIRAN
Nilai-nilai Moral dan Religius serta Motivasi Hebat dari Tokoh Paripurna
Banyak sekali nilai-nilai yang dapat kita petik dari karya sastrawan yang satu ini. Betapa tidak, dalam keadaan sakit beliau masih tetap berjuang melawan penyakitnya denga suplemen berbagai macam obat yang mungkin membuat beliau bosan dalam rutinitas. Tapi sungguh luar bisa pola hidup dari pak kunto, beliau tetap disiplin dalam hidupnya. Dalam keadaan sakit beliau melahirkan berbagai karya.

Beliau juga pencetus sastra profetik. Pada saat pengukuhannya sebagi Guru Besar, pak kunto menggunakan semboyan Knowledge is Power yang berasal dari Michel Foucault. Beliau menyitir QS Al-Mujadalah ayat 11, yang menyebutkan bahwa Allah meninggikan derajat orang-orang yang berilmu. Pernyataanya pada saat itu menunjukkan komitmennya kepada ilmu. Ilmulah yang bisa mengangkat derajat makhluk dihadapan Khaliknya. Di sinilah tmpa sekali posisinya sebagai seorang budayawan profetik. Sebagaimana pernah dikatakannya, “Kebudayaan Islam adalah budaya profetik yang unsurnya ada tiga (QS. Ali Imron: 110), yaitu Humanisasi (amar makruf), Liberasi (nahyi munkar), dan transendensi (tu’minuna billah).”

Sajak itu menggambarkan dengan jelas "perjuangan" seorang manusia yang sudah melihat kelebatan malaikat di sekitarnya ketika ajal akan menjemput. Namun ia tak mau begitu saja menyerah. Ia menolak "berjalan di atas mega", walaupun diiming-imingi dengan hadiah yang barangkali tak pernah ada di dunia nyata. Ia masih ingin berada di bumi untuk melakukan kerja yang belum selesai: melibas kejahatan. Sampai kejahatan terakhir dimusnahkan,Sampai dhuafa dan mustadh'afin diangkat Tuhan dari penderitaan. Itulah gelora jiwa dan semangat hidup Kuntowijoyo, Padahal langkah-langkah kakinya kian tertatih dan suaranya kelu, tak jelas artikulasi kalimat-kalimatnya. Sungguh motivasi yang sangat luar biasa yang di berikan oleh sang tokoh.

Kita patut bangga pernah memiliki tokoh yang pemikirannya luar bisa bagi perkembangan sastra di Indonesia. Mungkin ada kekawatiran, kebiasaan yang menonjol dalam masyarakat Indonesia. Dan ini pernah dikhawatirkan oleh Prof. Benedict Andersen, bahwa di Indonesia orang sering mudah melupakan sang tokoh ketika sudah meninggal. Nama sang tokoh ungkin hanya tertulis di prasasti atau terpampang sebagai nama jalan. Bahkan kalaupun masyarakat umum dan generasi mudanya tahu nama sang tokoh, mereka kebanyakan tidak tahu buah pikiran dan karyanya. Inilah fenomena yang menyedihkan di negeri ini.

Apakah buah pikiran Kuntoijoyo yang cemerlang dalam bidang sejarah, sastra, seni, agama dan khususnya budaya mengalami “nasib” yang sama? Apakah “warisan” yang ditinggalkan oleh sejarawan yang dikenal sebagai pemikir ilmu sosial profetik ini kepada kita? Yang pasti beliau adalah sosok teladan. Kenanga terakhir dengan almarhum mengingatkan kekaguman akan keteladanannya sebagai guru yang membimbing mahasiswanya. Nama besarnya tidak mengalahkan sikap rendah hatinya bahkan bagi anak muda yang baru belajar. Orang-orang yang kenal dekat denga beliau tentu tahu betul akan hal ini.

Sosoknya sebagai guru dan pembimbing yang tawadlu’ membuat generasi muda menemuka kembali sosok panutan. Kesederhanaan hidupnya dan kebersahajaan tutur katanya menjadikan cahaya di tengah tawaran gemerlap hidup dan arogansi kekuasaan. Di akhir hayatnya pak Kunto menginginkan >aku ingin meletakkan sekuntum sajak dimakam nabi supaya sejarah menjadi jinak dan mengirim sepasang merpati.
posted by arief @ 06.36  
About Me

Name: arief
Home: Ponorogo, Jawa Timur, Indonesia
About Me: Terlahir dengan nama Arief Kurniawan, sekarang lagi mempopulerkan diri di dunia maya www.arief-sastra1.blogspot.com, facebook: che_kurnia@yahoo.co.id email: arief_sastra1@yahoo.com ^_^ dilahirkan dg normal digubuk reyot orang tuanya dg bantuan seorang dukun pd Ahad pahing, 16 Maret 23 tahun yg lalu. Sejak kecil hoby menulis, apa yang ada dlm pikiran kucoba rangkai dg kata2, kutulis dg pena atau kutuntun jemariku mengetik semua keluh kesah & pikiran yang ada. Hanya manusia biasa, tak sebaik malaikat & semoga tak sehina iblis. selalu berusaha utk selalu dekat dengan ALLAH SWT. Tiap shubuh hobby, mem-play winamp musik-musik kitaro atau murattal-nya Ustadz Sa’ad Al Ghomidy, saya menemukan sebuah kedamaian di sana. Banyak teman, tapi tak banyak sahabat. Mahasiswa Mahasibuk yang punya kerjaan sampingan jadi kuncen gunung Wilis dan penulis lepas di beberapa media serta aktif di organisasi dakwah. Bisa ditemui di gedung dakwah jl. Jawa 38 atau Gedung Central Group Ponorogo Jl. Batoro Katong 15 dan di Jl. Wilis 22, lebih tepatnya di depan komputer mencari ide dan menulis kata hati atau apapun yang bisa ditulis. Bisa dihubungi di nomor 0352 488676 atau 085645813815
See my complete profile
Previous Post
Archives
Links
Powered by

BLOGGER

© 2005 gerakan iqro' Blogspot Template by Isnaini Dot Com