gerakan iqro'

Manusia Pembelajar Sejati; Demi Pena dan Apa-Apa yang Dituliskannya

 
Other things
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Duis ligula lorem, consequat eget, tristique nec, auctor quis, purus. Vivamus ut sem. Fusce aliquam nunc vitae purus.
Other things
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Duis ligula lorem, consequat eget, tristique nec, auctor quis, purus. Vivamus ut sem. Fusce aliquam nunc vitae purus.
Other things
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Duis ligula lorem, consequat eget, tristique nec, auctor quis, purus. Vivamus ut sem. Fusce aliquam nunc vitae purus.
Other things
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Duis ligula lorem, consequat eget, tristique nec, auctor quis, purus. Vivamus ut sem. Fusce aliquam nunc vitae purus.
Other things
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Duis ligula lorem, consequat eget, tristique nec, auctor quis, purus. Vivamus ut sem. Fusce aliquam nunc vitae purus.
Get Maried; kritik sosial yang terangkum dalam drama percintaan
Minggu, 08 Juni 2008
Get Maried;
kritik sosial yang terangkum dalam drama percintaan[1]
Oleh : Arief Kurniawan[2]
Sutradara
Hanung Bramantyo
Produser
Chand Parwes Servia
Penulis Skenario
Musfar Yasin
Pemeran
Nirina Zubir, Ringgo Agus Rahman, Aming, Desta, Kevin Richad, Meriam Bellina, Jaja Miharja, Ira Wibowo, Inggrid Wijanarko, Debby Deroba, Iga Mawarni, Epi Kusnandar.
Tanggal rilis
Oktober 2007
Produksi
Starvision Pictures
Sinopsis
Dibuka dengan suara narator yang menceritakan kisah masa kecil, “Get Married” film yang mengangkat kehidupan 4 anak muda yang mangakui dirinya sebagai anak muda paling frustrasi se Indonesia. Mae (Nirina Zubir) obsesi terbesarnya adalah menjadi seorang polisi wanita tapi justru oleh orangtuanya dimasukkan ke akademi sekertaris dan bergelar sarjana. Eman (Aming) yang ingin mengabdikan dirinya di dunia politik, dan menjadi politikus sejati, malah dimasukkan ke pesantren oleh orang tuanya. Anak muda yang tidak beruntung selanjutnya adalah Beni (Ringgo Agus Rahman) yang bercita-cita jadi petinju tetapi masuk sekolah pertanian. Sedangkan Guntoro (Desta ‘Club Eighties’) yang selalu berangan-angan jadi seorang pelaut dan bisa keliling dunia, malah selalu berurusan dengan komputer, ia mengikuti kursus komputer. Jadilah mereka anak-anak muda yang frustrasi yang mengisi hari-hari mereka dengan gaple bersama di sebuah gubuk di pinggiran kali.
Tiba-tiba saja ada kesadaran pada orang tua Mae (Jaja Miharja dan Meriam Bellina), bahwa setiap manusia mestilah berkembang biak. Sedangkan satu-satunya penerus yang mereka miliki hanyalah Mae. Tapi Mae yang tomboy yang tak pernah merawat diri sebagai perempuan sejati, tak tersentuh kosmetik pasti tidak aka dilirik pria, baik pria satu kampung atau dari luar. Dan lebih parahnya lagi setiap harinya ia bergaul dengan tiga pemuda tidak jelas dan sewaktu-waktu bisa mengganggu keselamatan pria yang mendekat padanya.
Akhirnya Mae pun dicarikan jodoh di luar kampung. Tak disangka ternyata yang berminat, hanya anak muda yang cuma bermotor bebek. Sementara selera Mae sangat tinggi. Ingin punya suami yang gagah dan mentereng. Terbesit keinginan untuk dijodohkan dengan seorang olahragawan bertubuh kekar. Tapi sayangnya Mae tetap saja menolak, dan akhirnya ke-3 sahabatnya turun tangan untuk mengenyahkan si pria kekar ini. Sampai akhirnya muncullah sang pangeran, Rendy (Richard Kevin) seorang pemuda yang tampan lagi pula kaya yang mampu membuat Mae jatuh cinta pada pandangan pertama, Rendy yang tak lain adalah Bos dari si Bodyguard yang pernah melamar Mae.
Tidak beda dengan Mae,Rendy juga sedang di kejar-kejar oleh Mamanya untuk segera mencari istri. Randy yang sedang mencari gadis unik, beda dengan gadis-gadis lain yang seragam, pun juga jatuh cita pada Mae. Tapi ulah ketiga sahabatnya, Eman, Beni, dan Guntoro, yang belum sanggup berpisah dengan Mae membuat hari-hari bahagia yang ada di depan mata Mae hancur berantakan.
Bu Mardi, ibu Mae, jatuh sakit karena memikirkan anaknya yang tak juga berjodoh. Bila ia mati dan Mae belum kawin maka ia mengancam akan jadi hantu. Mae pun panik dan berusaha untuk menyelamatkan nyawa ibunya.
Karena tidak tahu harus menikah dengan siapa maka calon yang ada hanya tiga sahabatnya itu. Bagi Eman, Beni, dan Guntoro, ini amat menggelikan. Tapi akhirnya mereka menyadari ini merupakan ujian persahabatan bagi mereka.
Ke tiga pria ini pun berunding di gubuk kebanggaan mereka dan menetapkan siapa yang akan menjadi pendamping Mae. Perundingan ditentukan dengan suit, yang kalah dan yang menjadi pengantin pria adalah Guntoro. Tapi beberapa hari menjelang pernikahan tiba-tiba saja Guntoro sakit. Perundingan kembali dilakukan dan pilihan jatuh pada Eman. Senada dengan Guntoro, Eman pun tiba-tiba sakit. Tinggallah Beni yang tersisa. Mau tak mau Beni yang menjadi pendamping Mae.
Pesta pernikahan pun digelar, tapi dari pihak luar tidak terima Mae direbut oleh Ben. Rendy membawa pasukan Harley-nya menyerbu kampung Mae dan terjadilah tawuran tak terkendali.
Kritik sosial sebagai penghias alur
Di tengah serbuan para hantu di bioskop, bersyukurlah, karena masih ada satu film yang beda. “Get Married” hadir dengan gaya komedi romantis namun tetap konyol dan mengundang tawa. Adalah Starvision Pictures dengan Chand Parwez Servia sebagai Produser yang meluncurkannya. Dan Hanung Bramantyo yang dulu sukses membesut komedi romantis “Jomblo” serta drama percintaan terheboh “Ayat-Ayat Cinta” yang bertindak sebagai sutradaranya. Dan penulis skenario diemban oleh Musfar Yasin yang juga pernah sukses besar dengan menuliskan skenario “Nagabonar Jadi 2”.
Di awal kebangkitannya, film Indonesia era sekarang selalu dikritik piawai dari segi teknik pembuatan, namun lemah dari segi penceritaan atau bertutur. Sineas Indonesia era 2000-an dibilang lebih fokus mengurus angle kamera ketimbang menyusun cerita yang enak diikuti. Pangkal soalnya, bisa jadi lantaran cuma sedikit film Indonesia yang punya cerita bergigi. Hanya sedikit film Indonesia yang punya skenario jempolan.
Boleh dibilang, jarang sekali ada film-film Indonesia yang mengandalkan cerita. Yang banyak malah film yang kaya visual tapi miskin dalam logika bertutur. Film-film yang menertawakan kecerdasan otak manusia. Dikiranya semua penonton Indonesia nggak suka berpikir dan pergi ke bioskop hanya untuk melihat gambar-gambar indah, ditakut-takuti atau diperas air matanya sampai kering dengan cerita sepele serba klise.
Ah, untungnya tak semua film Indonesia era sekarang seperti itu. Ada lho, beberapa film nasional yang mengandalkan cerita berbobot. Arisan!, Janji Joni, Berbagi Suami, Maskot atau Naga Bonar Jadi 2 adalah contoh film-film jenis itu. Dan sekarang jumlahnya bertambah satu: Get Married.
Inilah film yang punya skenario perkasa (bukan lagi jempolan atau ciamik). Film ini melanjutkan tradisi film yang punya skenario berkelas semisal Kejarlah Daku, Kau Kutangkap (1985) atau Taksi (1990).
Kisahnya sederhana. Di sebuah kampung di tengah belantara metropolitan Jakarta hiduplah 4 sahabat (3 lelaki dan 1 wanita) yang tumbuh sejak kecil sampai usia mereka 20-an tahun. Yang wanita, Mae (Nirina) hendak dicarikan jodoh oleh orangtuanya (Merriam Bellina dan Djadja Mihardja). Ortunya ingin Mae melakukan “kewajiban sejarah” berkembang biak meneruskan silsilah keluarga. Namun, mencari jodoh tak semudah memilih baju Lebaran. Beberapa pria yang disodorkan ortunya ditolak Mae. Dan penolakan Mae berarti pula tindakan dari 3 sahabatnya, Guntoro (Desta), Eman (Aming), dan Beni (Ringgo Agus Rahman). Ketiganya memberi pelajaran pada pria-pria yang ditolak Mae untuk jangan pernah lagi mencoba-coba meminangnya. Mereka juga bikin syarat yang memberatkan: Jika bukan anak raja atau anak sultan, mending jauh-jauh dari Mae, yang di mata sahabatnya “primadona kampung”.
Hingga, datanglah seorang pria pujaan, Randy (Kevin Richard). Sosoknya bak pangeran tampan. Tentu saja, Mae sang Cinderalla kampung pun jatuh hati. Tetapi, 3 sahabatnya ternyata tak merelakan sang primadona jatuh ke pelukan pangeran pujaan. Meski semua syarat jadi suami Mae dipenuhi, bukan berarti mereka memberi lampu hijau. Namun, mereka pun tak kuasa menjadi istri Mae. Masa depan tak ada. Pekerjaan tak punya. Guntoro dan Eman malah jatuh sakit. Beni akhirnya bersedia dengan setengah terpaksa.
Selain cerita inti sederhana namun berisi di atas, film ini punya banyak elemen menarik lain untuk disingkap. Pilihan komedi romantis yang diusung skenario Musfar Yasin (juga menulis Ketika dan Naga Bona Jadi 2) jadi pilihan jitu. Film ini tampil segar, membuat terbahak. Komedi juga memungkinkan Musfar menyisipkan pesan-pesan moral dan kritik sosial seperti film-filmnya terdahulu dengan lebih elegan. Ya, akan aneh rasanya bila drama mendayu-dayu macam Heart diisi kritik sosial berupa pertentangan kelas si kaya dengan si miskin.
Perang antara the haves and the haves not (si kaya dan si miskin) jadi sub-konflik film ini. Mae dan 3 sahabatnya tinggal di kampung, sedang Randy di perumahan mewah. Saat Randy dipermalukan 3 anak kampung sahabat Mae, teman-teman Randy yang semuanya anak-anak orang kaya menunjukkan solidaritas. “Kita nggak peduli lo benar atau salah. Buat kita, musuh lo adalah musuh kita!” Bagi mereka ini “cara Indonesia”.
Hmm, kritik sosial yang amat mengena sebenarnya. Namun, kok rasanya salah konteks ya. Setting film secara keseluruhan cukup mewakili meskipun sangat aneh melihat orang gedongan menyerbu kampung dengan menggunakan moge dan mobil mewah. Bukan apa-apa, rasanya agak di luar nalar bila ada sekumpulan anak-anak orang kaya kompleks perumahan mewah berani menyerang kampung. Saya yang hidup di kampung sebelah kompleks perumahan justru melihat anak-anak kompleks takut dengan anak-anak kampung.

Kostum tokoh juga sudah mewakili walaupun seharusnya jangan sandal jepit baru yang digunakan saat adegan close up kaki Mae. Setting satire di rumah Dukun Cabul yang menggunakan laptop menurut saya cukup lucu meskipun seharusnya webiste yang sedang dibuka si Dukun jangan website bokep. Akan lebih lucu kalau website yang dibuka adalah website networking macam myspace atau friendster yang sedang populer.
Nah, dari sini kalau saya bilang film ini amat naif. Lihat saja, Randy yang amat kaya dan tampan bisa dengan mudah jatuh hati pada Mae. Atau Mae yang bercita-cita jadi polisi begitu mudah menyerahkan nasibnya pada 3 sahabatnya.
Meski naif (dan cenderung mengakali nalar), penonton dibuat percaya pada jalinan kisahnya. Mungkin lantaran kisahnya karikatural. Seperti karikatur yang bertujuan mengeksagerasi (melebih-lebihkan bentuk wajah obyek gambar), kita dibuat menerima kisah yang disajikan. Dan malah tertawa terpingkal-pingkal. Hal ini menandakan, sebagai sebuah karikatur sosial Get Merried karya yang berhasil.
Pertanyaannya, pada siapa kredit utama pujian di atas ditujukan? Maaf saja, bukan pada Hanung Bramantyo yang kemampuannya belum layak naik kelas dari filmnya terdahulu, Jomblo (2006). Pun juga Nirina, Aming, Desta dan Ringgo yang asyik berakting jadi diri sendiri, bukan karakter tokoh yang mereka perankan. Maaf juga, mereka tak sekelas Deddy Mizwar saat di Kejarlah Daku.. atau Rano Karno di Taksi. Pujian utama hanya layak ditujukan pada Musfar sang penulis. Dialah penulis skenario terbaik yang dimiliki bangsa ini sekarang. Musfar tak seambisius Monty Tiwa yang hobi mengulik kata-kata dan ingin terlihat pintar. Bukan pula Joko Anwar yang berambisi membuat sesuatu yang serba lain dari yang lain. Namun, Musfar justru berhasil membuat film yang lebih berbicara ketimbang keduanya. Lebih bercerita. Enak diikuti, sekaligus bermakna.
[1] Di sampaikan pada acara Nonton Bareng & Diskusi Film tanggal 18 Mei 2008 di Pimpinan Daerah Ikatan Remaja Muhammadiyah Kota Madiun.
[2] Ketua Bidang Pengkajian Ilmu Pengetahuan PD IRM Ponorogo sakarang lagi mempopulerkan diri di dunia maya dengan www.irmawanarief.blogspot.com atau www.sahabatiqro.multiply.com dengan E-mail che_kurnia@yahoo.co.id ^_^ Sekarang sudah bisa jadi mahasiswa - kuliah di Sekolah Tinggi Keguruan & Ilmu Pendidikan jurusan Bahasa & Sastra Indonesia. Sejak kecil memang hoby menulis, apa yang ada dalam pikiran kucoba rangkai dengan kata-kata, kutulis dengan pena atau kutuntun jemariku mengetik semua keluh kesah dan pikiran yang ada. Hanya manusia biasa, tak sebaik malaikat dan semoga tak sehina iblis. selalu berusaha untuk selalu dekat dengan ALLAH SWT. Pengagum Rosulullah SAW, dan punya obsesi jadi penulis buku Best Seller seperti Habiburaman El Shirazy atau JK Rowling. Mahasiswa Mahasibuk yang punya kerjaan sampingan jadi kuncen sebuah yayasan dan penulis lepas di beberapa media dan terlalu terbuai dengan romantisme di organisasi dakwah kalangan pelajar dan remaja Pimpinan Daerah Ikatan Remaja Muhammadiyah Ponorogo. Bisa ditemui di Sekretariat PD IRM Ponorogo Jl. Jawa 38 atau Yayasan Tunas Karya Jl. S. Sukowati No. 02 Ponorogo, lebih tepatnya di depan komputer mencari ide dan menulis kata hati atau apapun yang bisa ditulis.
posted by arief @ 19.26  
About Me

Name: arief
Home: Ponorogo, Jawa Timur, Indonesia
About Me: Terlahir dengan nama Arief Kurniawan, sekarang lagi mempopulerkan diri di dunia maya www.arief-sastra1.blogspot.com, facebook: che_kurnia@yahoo.co.id email: arief_sastra1@yahoo.com ^_^ dilahirkan dg normal digubuk reyot orang tuanya dg bantuan seorang dukun pd Ahad pahing, 16 Maret 23 tahun yg lalu. Sejak kecil hoby menulis, apa yang ada dlm pikiran kucoba rangkai dg kata2, kutulis dg pena atau kutuntun jemariku mengetik semua keluh kesah & pikiran yang ada. Hanya manusia biasa, tak sebaik malaikat & semoga tak sehina iblis. selalu berusaha utk selalu dekat dengan ALLAH SWT. Tiap shubuh hobby, mem-play winamp musik-musik kitaro atau murattal-nya Ustadz Sa’ad Al Ghomidy, saya menemukan sebuah kedamaian di sana. Banyak teman, tapi tak banyak sahabat. Mahasiswa Mahasibuk yang punya kerjaan sampingan jadi kuncen gunung Wilis dan penulis lepas di beberapa media serta aktif di organisasi dakwah. Bisa ditemui di gedung dakwah jl. Jawa 38 atau Gedung Central Group Ponorogo Jl. Batoro Katong 15 dan di Jl. Wilis 22, lebih tepatnya di depan komputer mencari ide dan menulis kata hati atau apapun yang bisa ditulis. Bisa dihubungi di nomor 0352 488676 atau 085645813815
See my complete profile
Previous Post
Archives
Links
Powered by

BLOGGER

© 2005 gerakan iqro' Blogspot Template by Isnaini Dot Com