gerakan iqro'

Manusia Pembelajar Sejati; Demi Pena dan Apa-Apa yang Dituliskannya

 
Other things
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Duis ligula lorem, consequat eget, tristique nec, auctor quis, purus. Vivamus ut sem. Fusce aliquam nunc vitae purus.
Other things
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Duis ligula lorem, consequat eget, tristique nec, auctor quis, purus. Vivamus ut sem. Fusce aliquam nunc vitae purus.
Other things
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Duis ligula lorem, consequat eget, tristique nec, auctor quis, purus. Vivamus ut sem. Fusce aliquam nunc vitae purus.
Other things
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Duis ligula lorem, consequat eget, tristique nec, auctor quis, purus. Vivamus ut sem. Fusce aliquam nunc vitae purus.
Other things
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Duis ligula lorem, consequat eget, tristique nec, auctor quis, purus. Vivamus ut sem. Fusce aliquam nunc vitae purus.
Team PIP PD IRM Ponorogo diskusi film Denias
Selasa, 25 Desember 2007
Denias, Senandung di Atas Awan[1]
Oleh : Team PIP PD IRM Ponorogo[2]

Sutradara
John de Rantau
Produser
Nia ZulkarnaenAri Sihasale
Penulis
J. NyangoenMonty Tiwa
Pemeran
Ari Sihasale, Nia Zulkarnaen, Marcella Zalianty, Albert Fakdawer, Michael Jakarimilena, Pevita Eileen Pearce, Mathias Muchus, Audrey Pailaya
Produksi
Alenia Pictures - EC Entertainment

Nama saya Denias. Mama saya suruh saya sekolah. Karena dia bilang gunung takut pada anak sekolah. Demikian tulis Denias, di atas buku yang diberikan Bu Sam, guru sebuah sekolah fasilitas. Tulisan itu menyiratkan impian dan semangat dari seorang anak untuk dapat bersekolah. Impian yang juga dimiliki oleh banyak anak di Indonesia saat ini.
Film Denias, Senandung di Atas Awan ini memang film yang mengusung tema tentang dunia pendidikan. Sebuah langkah yang terbilang berani, di tengah derasnya tema pop seperti horor dan cinta remaja. Mengingat produser film ini Alenia Pictures dan EC Entertainment adalah "pemain" baru di kancah perfilman nasional. Mereka menyebutnya obsesi dan idealisme untuk menampilkan sesuatu yang jarang tersentuh dan berbeda.
Film ini berdasarkan kisah nyata dari seorang anak Papua bernama Janias yang kini bersekolah di Darwin, Australia. Sosoknya ditransfer menjadi tokoh Denias (diperankan Albert Fakdawer yang selama ini dikenal sebagai juara sebuah kontes bakat bernyanyi sebuah stasiun televisi). Denias berasal dari sebuah suku yang tinggal di kaki gunung Jayawijaya yang selalu diselimuti kabut. Dari sana dia membangun cita-cita melihat dunia.
Cita-cita itu juga berkat dorongan tiga orang. Pertama ibunya (diperankan Audry Papilaya) yang selalu ingin anaknya bisa sekolah. Kedua Pak guru (Mathias Muchus) yang mengajar di sekolah darurat. Dari guru itu Denias mendapat kisah dan semangat Jack dan Kacang Polong itu. Dia ingin seperti Jack yang melihat dunia setelah memanjat pohon kacang yang tumbuh ke langit. Pohon itu adalah pendidikan.
Satu lagi Maleo (diperankan Ari Sihasale) seorang tentara yang selalu membantunya belajar. Darinya Denias jadi tahu bahwa Papua adalah bagian dari wilayah Indonesia yang luas. Sayang, cita-cita itu mendapat tantangan dari adat. "Hanya anak orang yang punya uang banyak yang bisa sekolah di sana." Sebuah diskriminasi yang juga masih dirasakan anak-anak Indonesia di wilayah lain. Bahkan ayah (Michael Jakariminela) Denias lebih suka anak lelaki membantunya di ladang. Perut lebih penting dari otak.
Denias nyaris putus asa. Apalagi kemudian ketiga orang yang menyemangatinya satu persatu pergi. Namun pesan ketiga orang itu agar Denias tetap bersekolah membangkitkannya. Dia pun kabur dari rumah. Tujuannya adalah bersekolah, meski untuk itu dia harus melewati gunung, hutan, sungai dan lembah hingga berhari-hari. Bekalnya adalah sebuah peta Indonesia dari kardus bekas yang diberikan Maleo. Ternyata, pengorbanan itu pun belum cukup.
Denias sempat terlunta lunta di kota dan bersahabat dengan anak jalanan sebelum akhirnya dia bertemu bu guru Sam (Marcella Zalianty). Kepada guru itu Denias menuliskan kalimat di atas. Film ini memang belum berhenti sampai di sini. Perjalanan Denias untuk sekolah masih panjang. Namun penonton pasti sudah bisa menebak akhir cerita ini.
Film ini tidak saja mendramatisasi perjuangan seorang anak, tetapi juga potensi alam Papua. Hutan yang masih perawan, pegunungan yang berselimut salju, hewan langka serta adat primitif mendapat porsi cukup banyak di film ini. Dari sini juga latar belakang perlakuan diskriminasi yang dialami Denias ditampilkan. Potensi ini mungkin hanya ditemui di film Garin Nugroho yakni Biarkan Aku Menciummu Sekali Saja dan Mencari Madona.
Sang sutradara, John De Rantau mengakui dirinya memang ingin menyajikan alam Papua lengkap dengan potret kebudayaannya di film pertamanya ini. John sesungguhnya juga terlibat dalam kedua film Garin tersebut. Namun menurutnya ini film 35mm yang ber-setting alam Papua. Casting para pemain yang sebagian besar berasal dari Indonesia Timur juga mendukung cerita. Pujian terutama bagi Albert yang berhasil menghidupkan sosok Denias dengan sangat cemerlang.
Hanya saja, kisah ini mengalami kegagapan dalam bertutur. Skenario yang dikerjakan oleh Jeremias Nyangoen, Masree Ruliat, Monty Tiwa, serta John De Rantau kurang dapat menjembatani para tokoh dengan penonton. Mengapa ibu Denias begitu ingin anaknya sekolah? Mengapa Denias tiba-tiba terlibat dengan anak jalanan? Apa sebenarnya perjuangan ibu Sam agar Denias bisa diterima masuk sekolah? Padahal dia sudah ditentang kepala suku.
Kekurangan ini cukup mengganggu aliran cerita, sehingga terkesan lambat dan terputus-putus. Untunglah, terselip beberapa dialog yang lucu dan cerdas di film ini. Seperti ketika Denias melihat papan reklame sebuah produk daging impor yang dikiranya gambar anjing raksasa. Atau mengapa ayah Denias tidak mau membantunya saat berkelahi dengan kepala suku. Selain itu indahnya alam Papua adalah sebuah kekayaan yang sayang untuk dilewatkan Apalagi itu didukung score film (digarap Dian HP) yang menghidupkan dunia anak-anak yang polos, bersahaja sekaligus penuh semangat. Semangat ini juga menjadikan kisah ini segar dan berbobot. Impian Denias untuk menjadi Jack dan Kacang Polong adalah impian dari banyak anak Indonesia. Karena itu, film yang akan mulai tayang pada 19 Oktober nanti layak untuk menjadi tontonan seluruh keluarga Indonesia. Karena impian Denias adalah impian kita juga.
[1] Di sampaikan pada acara Nonton Bareng & Diskusi Film tanggal 08 Desember 2007 di Gedung PDM Ponorogo
[2] Anggota Arief Kurniawan, Muhammad Basuki, Diyah Erlina, Rila Setiyaningsih
posted by arief @ 22.38  
0 Comments:
Posting Komentar
<< Home
 
About Me

Name: arief
Home: Ponorogo, Jawa Timur, Indonesia
About Me: Terlahir dengan nama Arief Kurniawan, sekarang lagi mempopulerkan diri di dunia maya www.arief-sastra1.blogspot.com, facebook: che_kurnia@yahoo.co.id email: arief_sastra1@yahoo.com ^_^ dilahirkan dg normal digubuk reyot orang tuanya dg bantuan seorang dukun pd Ahad pahing, 16 Maret 23 tahun yg lalu. Sejak kecil hoby menulis, apa yang ada dlm pikiran kucoba rangkai dg kata2, kutulis dg pena atau kutuntun jemariku mengetik semua keluh kesah & pikiran yang ada. Hanya manusia biasa, tak sebaik malaikat & semoga tak sehina iblis. selalu berusaha utk selalu dekat dengan ALLAH SWT. Tiap shubuh hobby, mem-play winamp musik-musik kitaro atau murattal-nya Ustadz Sa’ad Al Ghomidy, saya menemukan sebuah kedamaian di sana. Banyak teman, tapi tak banyak sahabat. Mahasiswa Mahasibuk yang punya kerjaan sampingan jadi kuncen gunung Wilis dan penulis lepas di beberapa media serta aktif di organisasi dakwah. Bisa ditemui di gedung dakwah jl. Jawa 38 atau Gedung Central Group Ponorogo Jl. Batoro Katong 15 dan di Jl. Wilis 22, lebih tepatnya di depan komputer mencari ide dan menulis kata hati atau apapun yang bisa ditulis. Bisa dihubungi di nomor 0352 488676 atau 085645813815
See my complete profile
Previous Post
Archives
Links
Powered by

BLOGGER

© 2005 gerakan iqro' Blogspot Template by Isnaini Dot Com