gerakan iqro'

Manusia Pembelajar Sejati; Demi Pena dan Apa-Apa yang Dituliskannya

 
Other things
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Duis ligula lorem, consequat eget, tristique nec, auctor quis, purus. Vivamus ut sem. Fusce aliquam nunc vitae purus.
Other things
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Duis ligula lorem, consequat eget, tristique nec, auctor quis, purus. Vivamus ut sem. Fusce aliquam nunc vitae purus.
Other things
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Duis ligula lorem, consequat eget, tristique nec, auctor quis, purus. Vivamus ut sem. Fusce aliquam nunc vitae purus.
Other things
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Duis ligula lorem, consequat eget, tristique nec, auctor quis, purus. Vivamus ut sem. Fusce aliquam nunc vitae purus.
Other things
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit. Duis ligula lorem, consequat eget, tristique nec, auctor quis, purus. Vivamus ut sem. Fusce aliquam nunc vitae purus.
Sentuhan Nasionalis Kebangsaan Dengan Taste Remaja
Kamis, 27 Desember 2007
Naga Bonar Jadi 2; Sentuhan Nasionalis Kebangsaan
Dengan Taste Remaja [1]
Oleh : Arief Kurniawan [2]

Judul Film : Naga Bonar jadi 2
Jenis Film : Drama/Comedy
Pemain : Deddy Mizwar, Tora Sudiro, Wulan Guritno, Lukman Sardi, Uli Herdiansyah, dll.
Sutradara : Deddy Mizwar
Penulis : Musfar Yasin
Produksi : PT. Gisela Citra Sinema

Naga Bonar telah kembali, kali ini Naga Bonar tidak lagi harus berjuang melawan si penjajah Belanda, tidak harus kena damprat oleh sang emak yang cerewet, atau meriang ketika melamar Kirana seperti pada Naga Bonar (1986). Namun kali ini dalam Naga Bonar Jadi 2, Naga Bonar telah mempunyai seorang anak bernama Bonaga yang telah sukses menjadi pengusaha serta Mariyam sahabatnya telah sukses menjadi asisten Menteri.
Dikisahkan Naga Bonar (Deddy Mizwar) yang telah berusia senja diundang oleh Bonaga (Tora Sudiro) untuk bepergian ke Jakarta. Naga Bonar kali ini menginjakan kakinya di Jakarta yang megah namun juga punya segudang persoalan.
Namun niat Bonaga tidaklah hanya untuk sekedar mengajak ayahnya melihat Jakarta, tetapi juga untuk merayu Naga Bonar agar merelakan kebun kelapa sawit warisan keluarga untuk dijadikan tempat bisnis dengan bekerja sama dengan Investor dari Jepang.
Mengetahui niat Bonaga beserta teman bisnisnya mempunyai tujuan tersebut, bukan kepalang marahnya Naga Bonar. Naga Bonar tidak mau merelakan kuburan Emak, Kirana sang istri, ataupun Bujang sahabatnya tergusur karena kepentingan bisnis semata.
Selain persoalan tersebut, Naga Bonar juga harus menjadi comblang antara Bonaga dengan Monita (Wulan Guritno). Naga Bonar juga harus berhadapan dengan berbagai tipe orang yang tinggal Jakarta, serta bertemu dengan Umar (Lukman Sardi) seorang supir bajaj yang polos dalam menghadapi hidup.
Naga Bonar tetaplah Naga Bonar !!!!, ia masih belum bisa menghilangkan tabiat mencopet, masih buta huruf, lucu, berapi-api, gemar bermain sepakbola, serta mempunyai nasionalisme yang tinggi terhadap bangsa. Naga Bonar heran kenapa generasi muda jaman sekarang sering berbelit-belit dan tidak perduli pada jasa-jasa para pahlawan yang telah berkorban demi bangsa dan Negara.
Naga Bonar jadi 2 merupakan sebuah koreksi, dimana film ini mengajak untuk mengkritisi sesuatu dengan cinta, menyelesaikan segala persoalan dengan cinta dan menghadapi segala masalah dengan cinta.
Lahirnya Naga Bonar Jadi 2 bermula dari keresahan melihat carut marutnya bangsa saat ini. Saat kegelisahan itu terakumulasi, kira-kira 3 tahun yang lalu, Deddy Mizwar menyampaikan niatnya untuk menghadirkan kembali Naga Bonar kepada Asrul Sani (sebelum meninggal). Deddy sendiri mengaku sampai bermimpi bagaimana sosok Naga Bonar nantinya
Saat ini kita kehilangan film-film seperti karya Almarhum Asrul Sani. Dimana itu merupakan film yang menunjukkan rasa cinta kepada Tanah Air dengan cara yang unik. Oleh karena tidak mampu membuat film dengan latar zaman kemerdekaan, film Naga Bonar jadi 2 ini dibuat dengan mendekatkan situasi kekinian. Dimana ada unsur moralitas, namun tidak kehilangan unsur humor dan hiburan.
Film ini banyak memberikan pesan mengenai arti serta makna bagaimana kita memberikan yang terbaik untuk bangsa. Naga Bonar Jadi 2 juga sarat memberikan kritikan mengenai kondisi bangsa yang carut marut ini lewat beberapa pesan dengan tampilan komedi.
Dengan menghadirkan pemain muda seperti Tora, Darius Sinathrya, Wulan Guritno, Lukman Sardi, Uli Hendinansyah dan Mike Muliandro, selain untuk memperlebar pasar, juga bertujuan untuk membuat adanya dialektika budaya, sehingga tampaklah bahwa nilai lama tidak selamanya benar dan nilai baru tidak selamanya salah.
Film ini benar-benar menyentuh perasaan, hubungan kasih sayang antara anak dan ayah yang kental, salah satunya ditunjukkan ketika sang Naga Bonar mengelus-elus kepala Bonaga, terbayang ketika ia memeluk putranya di hamparan kebun sawit, ditambah sang Bonaga dibesarkan seorang diri tanpa bantuan ibu yang telah meninggal.Pernahkah kita berpikir seberapa durhakakah kita terkadang kita masih sering berkelahi, beradu mulut dengan orang tua kita, sedang cinta orang tua kita tidak akan pernah berhenti kepada kita.
Nilai cinta pun turut hadir, tatkala Naga Bonar menuliskan surat dan kemudian dibacakan Bonaga di makam emaknya, neneknya, dan pamannya Si Bujang, yang telah diminta jangan berperang namun dia tetap berperang sehingga mati dan dimakan cacing dia. Bagaimana besarnya cinta Naga Bonar kepada istrinya masih tersimpan didalam dada. Kata-kata yang sederhana namun sangat menyentuh.
Nilai kebangsaan dan cinta tanah air mampu dibuat tajam, namun unik dan menarik sesuai dengan keadaan zaman sekarang, dimana penghargaan dan penghormatan yang diberikan Naga Bonar kepada pahlawan-pahlawan yang telah gugur diiringi lagu kebangsaan. Dan yang paling unik ketika bendera belum mencapai puncak, sedang Naga Bonar hampir jatuh, ia meminta untuk tetap menegakkan badannya sebelum bendera sampai ke puncaknya.
Secara garis besar, film Naga Bonar Jadi 2 masih mengambil jalur komedi untuk meraih hati penonton. Dalam film ini, Kita bisa terpingkal-pingkal ketika menyaksikan bagaimana Naga Bonar menceramahi seorang POLANTAS, menjadi comblang untuk Bonaga dan Monita, berdebat dengan sopir metro mini, atau memimpin upacara bendera dengan menjadikan Umar sang sopir bajaj sebagai dirijen upacara.
Tidak hanya berkutat pada kelucuan sentral sang Naga Bonar, namun kita juga bisa tertawa lepas melihat tingkah Bonaga bersama tiga sahabatnya, Pomo (Darius Sinathrya), Ronnie (Uli Herdinansyah), Jaki (Michael Muliadro). Belum lagi kelucuan akibat eksistensi generasi antara Naga Bonar yang mewakili jaman dahulu serta Bonaga yang mewakili generasi sekarang.
Di satu sisi, “Naga Bonar Jadi 2” berhasil memainkan emosi penonton lewat beberapa adegan yang mengena di hati kita lewat kejadian yang sering terjadi pada keseharian kita, atau ketika Naga Bonar bukan main sedihnya saat mengetahui Bonaga dianggap lebih mementingkan bisnis dibandingkan tanah leluhur mereka.
Menariknya, Naga Bonar Jadi 2 mampu membuat kapan penonton melihat adegan kocak nan konyol dan kapan penonton harus terhenyak diam melihat adegan sedih yang ditampilkan. Selain itu, nuansa lagu dengan sentuhan nasionalisme yang dinyanyikan oleh grup band PADI juga menambah kelebihan film ini.
Deddy Mizwar selain berperan sebagai Naga Bonar, juga mengambil posisi sutradara. Selain bermain apik sebagai Naga Bonar, Deddy Mizwar nampaknya pas memilih karakter para pemain. Semuanya terasa pas dengan tuntutan karakter yang ada dalam skenario film. Deddy Mizwar berhasil mengarahkan para pemain untuk menjiwai peran mereka masing-masing.
Berbicara skenario yang ditulis oleh Musfar Yasin terasa sangat baik. Dialog-dialog yang diciptakan Musfar dalam film ini terasa sangat dekat dengan bahasa keseharian yang terjadi pada masyarakat. Selain itu, Musfar juga cukup baik memilih kata-kata dialog yang menohok carut marutnya bangsa ini dengan sentuhan komedi yang tidak berlebihan.
Yang tidak terlupakan dalam film ini adalah beberapa dialog kental yang menjadi trade mark dalam film Naga Bonar (1986). Mulai dari kalimat “Apa kata dunia”, Sudah kubilang jangan berperang, ….”, serta beberapa kalimat lainnya.
Karakter Bonaga yang diperankan oleh Tora Sudiro juga tampil cukup pas dan tidak berlebihan. Hanya saja, Tora terlihat lebih kental berbicara betawi, dibandingkan ketika harus bergaya aksen Medan saat berdialog dengan Naga Bonar. Namun itu juga masih dapat ditoleransi karena Bonaga digambarkan sudah lama tinggal di Jakarta dan mengambil kuliah di luar negeri.
Trio Darius Sinathrya, Uli Herdinansyah, serta Mike Muliandro juga tampil meyakinkan walaupun hanya tampil sebagai pendukung dalam film ini. Mereka tampil menghibur dengan gaya eksekutif muda mapan, namun sebenarnya kental dengan kedaerahannya masing-masing. Begitu juga dengan Wulan Guritno yang harus memerankan sosok kalem, mandiri, namun juga mempunyai gengsi tinggi tapi sangat mencintai Bonaga. Peran tersebut bisa dimainkan Wulan dengan cukup menggairahkan di mata penonton.
Karakter lainnya yang dapat diacungi jempol adalah peran Umar yang dimainkan oleh Lukman Sardi. Ia tampil dengan gaya yang polos layaknya seorang supir bajaj namun penonton dapat melepaskan bayang-bayang karakter antagonis yang dilakoninya dalam beberapa film Lukman sebelumnya.
Kekurangan yang ada dalam film ini sebenarnya ada. Walaupun ada beberapa adegan yang nampaknya berlebihan, namun hal tersebut dapat ditoleransi mengingat film ini berhasil tampil beda dibandingkan beberapa film nasional belakangan ini.
Secara keseluruhan Naga Bonar Jadi 2 memperlihatkan kepada masyarakat bahwa sineas kita mampu membuat film berkualitas. Film ini nampaknya akan berjaya serta membanggakan perfilman nasional kita.
Semoga lewat Naga Bonar Jadi 2, dapat membangkitkan animo masyarakat untuk kembali menonton film nasional yang seringkali kecewa luar biasa terhadap film-film nasional yang bermutu rendah. Film ini semoga menjadi tolak ukur kebangkitan bagi para sineas nasional untuk semakin bersemangat membuat film yang lebih berkualitas untuk membanggakan perfilman Indonesia di kancah internasional serta berhasil menjadikan film nasional menjadi tuan di negeri sendiri.
[1] Tulisan ini disampaikan dalam Diskusi Film PD IRM Ponorogo pada tanggal 10 Nopember 2007 di Gedung Pimpinan Daerah Muhammadiyah Jl. Jawa 38 Ponorogo.
[2] Ketua Bidang Pengkajian Ilmu Pengetahuan PD IRM Ponorogo
posted by arief @ 01.05   1 comments
Perjuangan Anak Sekolahan Mencari Eksistensi
Selasa, 25 Desember 2007
Catatan Akhir Sekolah - Perjuangan Anak Sekolahan Mencari Eksistensi[1]Oleh : Team PIP PD IRM Ponorogo[2]

Sutradara
Hanung Bramantyo
Produser
Erwin Arnada
Penulis
Salman Aristo
Pemeran
Vino Bastian, Ramon Y Tungka, Marcel Chandrawinata, Joanna Alexandra, Christian Sugiono
Tanggal rilis
31 Maret 2005
Produksi
Rexinema

Pasar film Indonesia memang baru tumbuh lagi setelah melewati masa kritis-nya. Dan hampir semua orang bisa jadi sepakat dengan hal tersebut. Dan apa boleh buat, ketika pasar baru mulai lagi dijajaki, maka yang ada adalah pengulangan tema yang sudah sukses sebelumnya. Berhitung dengan angka – angka kongkrit yang telah diraih oleh film genre remaja yang sebelumnya tercatat cukup banyak jumlahnya mencapai sukses, tentu membuat sejumlah produser pun latah untuk terus menggarap genre ini.

Sebenarnya tak ada yang salah dengan hal itu, karena produser pun toh tak ingin menggelontorkan duitnya untuk sebuah kesia – siaan (baca : hanya dianggap “sepi” oleh penonton). Tapi jika tak mampu mendobrak pakem yang telah baku dalam film remaja Indonesia adalah sebuah kebodohan. Dan mestinya memang harus ada yang memulai menyajikan kisah remaja dengan sudut pandang yang berbeda.

3 orang sahabat yang dikenal sebagai A3, Agni (VJ Ramon), Alde (Marcel) dan Arian (Vino Bastian) yang dicap geng cupu dan dianggap loser di sekolah mereka, bertekad membalas dendam kepada sekolah mereka lewat sebuah film dokumenter tentang catatan akhir sekolah

Dan Catatan Akhir Sekolah adalah film remaja dengan tipikal yang beda dari kebanyakan. Film terbaru produksi Rexinema ini tak menjual cinta – cintaan sebagai menu utama, melainkan kisah persahabatan. Lantas apa bedanya dengan Mengejar Matahari ? Ya, Catatan Akhir Sekolah (CAS) memilih fokus untuk memotret keseharian remaja di sekolah dengan segala problematika-nya yang unik dan menarik. Salman Aristo, si empunya cerita, cukup sukses mengisahkan detil – detil kenakalan anak muda yang juga mungkin pernah kita alami beberapa tahun silam ketika masih duduk di SMA.

Salah satu problem terbesar remaja, selain keingintahuan yang besar akan seks, adalah persoalan eksistensi. Lihatlah remaja sekarang yang seakan berebut ingin menjadi pusat perhatian. Ketika ajang reality show berlabel kontes nyanyi digelar, maka bisa ditebak jika sebagian besar peminatnya adalah remaja yang haus untuk tampil di garis depan. Begitu juga dengan trio A3, Agni (Ramon Y Tungka), Alde (Marcel Chandrawinata) dan Arian (Vino G. Bastian). Mereka seperti tak rela dicap geng cupu (culun punya – red) di sekolahnya hanya karena mereka kalah popular dan dianggap “debu” di sekolah mereka. Padahal, ketiganya punya bakat. Agni yang ngototan merasa dirinya natural born director, Alde yang cool adalah basis amatiran sedang Arian adalah penulis slengekan. “Kesalahan” mereka hingga tak kunjung diakui keberadaannya di sekolah hanya karena mereka “ngomong doang” tanpa bukti. Ini nilai moral paling menarik dari CAS yang rasa – rasanya bisa menggugah semangat anak muda dan membuka mata mereka.

Dan seperti karakter ketiga pemeran utama yang banyak ngomong, membuat film ini juga dipenuhi dengan dialog. Terlalu banyak dialog, malahan karena dialog antara ketiganya tumpang tindih, bersahut – sahutan sehingga membuat penonton yang sedikit “slow learner” bisa ketinggalan kereta. Sebenarnya hal ini bukan masalah, karena dalam kehidupan sehari - hari memang seperti itulah kejadiannya. Jarang ada seseorang yang ngomong hanya setelah temannya selesai ngomong. Hanya mungkin karena ini film, sebuah dunia yang direkayasa, maka sebagian penonton mungkin berharap ritme tak terlampau cepat agar masih bisa terkejar.

Dari CAS memang mulai terkuak sedikit demi sedikit “noda kelam” masa SMU. Meski tak se-kontroversial Virgin, CAS lumayan menohok dengan menampilkan “kesintingan” anak sekolah jaman sekarang seperti nyimeng hingga masturbasi pada saat pelajaran berlangsung ! Iya, Anda tak salah baca, yang membuat lebih kacau karena digambarkan remaja yang masturbasi itu nekat melakukan perbuatannya dengan melihat paha siswi teman kelasnya tersibak. Wah !

Yang juga patut diacungi jempol adalah keberanian menampilkan tokoh guru yang korup. Ini rahasia umum yang terjadi dari jaman baheula, tapi kenapa ya baru sekarang terang – terangan ditampilkan ?

Hanung Bramantyo sebagai sutradara menunjukkan peningkatan kematangan dalam berkarya setelah debut layar lebarnya, Brownies. Hanung seperti menikmati betul menjadi bagian dari kisah penggambaran anak muda masa kini dengan segala realitanya, karena Hanung bisa menggarap film ini dengan “kasar” dan dinamis, pas dengan semangat ketiga tokoh utamanya yang menggelegak. Ketangguhan Hanung sebagai sutradara teruji dengan menampilkan opening film yang direkam selama 8 menit tanpa putus. Hasilnya ? Dari kacamata penonton kebanyakan mungkin terasa biasa – biasa saja, namun itu adalah pencapaian yang patut direkognisi karena tak mudah membuat sebuah adegan dengan durasi sepanjang itu tanpa blocking yang kuat.

Kalau ada orang yang bisa menyimpulkan keseluruhan dari film ini, saya rasa tidak ada yang lebih baik dari si empunya cerita yang diekspresikan lewat perkataan beliau di atas. Film ini bercerita tentang tiga orang 'cupu', penghuni kasta terendah di SMU mereka, yang nyaris selalu dikucilkan dari sekitarnya (pembenaran mereka adalah bahwa otak mereka lebih superior sehingga komunitas tempat mereka berada tidak bisa comprehend terhadap mereka). Ketiga cowok 'cupu' ini menjalin persahabatan pas di-ospek dan langsung mendapat predikat tersebut ketika ketiga cowok ini yang kebetulan absen-nya urut (Agni, Alde, Arian) diisengin sama senior, dan melawan. Agni (Ramon), pendiri ekskul film yang di-ban tidak boleh meminjam kamera sekolah karena tidak mampu untuk membuat sebuah film yang 'bener'. Arian (Vino Bastian), karakternya anak muda banget ). Penulis gagal yang di-ban juga dari mading tapi masih suka nyolong-nyolong masukin tulisannya di mading karena dia kebetulan jadi pemegang kunci dari mading tsb (kok bisa? ga tahu). Arian ini juga yang paling kotor bicaranya, jadi siap-siap aja sering sekali mendengar 'tai' atau 'anjing' diucapkan sama dia. Alde (Marcel), sebenernya bisa dengan mudah menjadi populer sebab dia sepertinya sudah jadi idola cewek-cewek di sekolah tersebut yang somehow malah membuat dia risih. Dia tidak memilih untuk menjadi populer karena dia merasa paling nyaman berada di antara kedua sahabatnya dan tidak di luarnya. Karakter Alde ini yang paling 'bener', paling 'talk the talk, walk the walk' yang lantas menjadi penyeimbang dari keinginan dan proscastinatisme dari dua orang temennya.

Tapi meski CAS berani mengumbar beberapa elemen negatif yang dialami remaja, toh CAS juga masih dikemas cukup manis (baca : menghibur) karena toh pada akhirnya tak ada yang terluka. Khas remaja, khas film mainstream yang happy ending. Kalau begini jadinya, apa lagi alasan untuk tak menonton CAS ?

[1] Di sampaikan pada acara Refleksi akhir tahun & Diskusi Film tanggal 31 Desember 2007 di Gedung PDM Ponorogo
[2] Anggota Arief Kurniawan, Muhammad Basuki, Diyah Erlina, Rila Setiyaningsih
posted by arief @ 22.45   0 comments
Team PIP PD IRM Ponorogo diskusi film Denias
Denias, Senandung di Atas Awan[1]
Oleh : Team PIP PD IRM Ponorogo[2]

Sutradara
John de Rantau
Produser
Nia ZulkarnaenAri Sihasale
Penulis
J. NyangoenMonty Tiwa
Pemeran
Ari Sihasale, Nia Zulkarnaen, Marcella Zalianty, Albert Fakdawer, Michael Jakarimilena, Pevita Eileen Pearce, Mathias Muchus, Audrey Pailaya
Produksi
Alenia Pictures - EC Entertainment

Nama saya Denias. Mama saya suruh saya sekolah. Karena dia bilang gunung takut pada anak sekolah. Demikian tulis Denias, di atas buku yang diberikan Bu Sam, guru sebuah sekolah fasilitas. Tulisan itu menyiratkan impian dan semangat dari seorang anak untuk dapat bersekolah. Impian yang juga dimiliki oleh banyak anak di Indonesia saat ini.
Film Denias, Senandung di Atas Awan ini memang film yang mengusung tema tentang dunia pendidikan. Sebuah langkah yang terbilang berani, di tengah derasnya tema pop seperti horor dan cinta remaja. Mengingat produser film ini Alenia Pictures dan EC Entertainment adalah "pemain" baru di kancah perfilman nasional. Mereka menyebutnya obsesi dan idealisme untuk menampilkan sesuatu yang jarang tersentuh dan berbeda.
Film ini berdasarkan kisah nyata dari seorang anak Papua bernama Janias yang kini bersekolah di Darwin, Australia. Sosoknya ditransfer menjadi tokoh Denias (diperankan Albert Fakdawer yang selama ini dikenal sebagai juara sebuah kontes bakat bernyanyi sebuah stasiun televisi). Denias berasal dari sebuah suku yang tinggal di kaki gunung Jayawijaya yang selalu diselimuti kabut. Dari sana dia membangun cita-cita melihat dunia.
Cita-cita itu juga berkat dorongan tiga orang. Pertama ibunya (diperankan Audry Papilaya) yang selalu ingin anaknya bisa sekolah. Kedua Pak guru (Mathias Muchus) yang mengajar di sekolah darurat. Dari guru itu Denias mendapat kisah dan semangat Jack dan Kacang Polong itu. Dia ingin seperti Jack yang melihat dunia setelah memanjat pohon kacang yang tumbuh ke langit. Pohon itu adalah pendidikan.
Satu lagi Maleo (diperankan Ari Sihasale) seorang tentara yang selalu membantunya belajar. Darinya Denias jadi tahu bahwa Papua adalah bagian dari wilayah Indonesia yang luas. Sayang, cita-cita itu mendapat tantangan dari adat. "Hanya anak orang yang punya uang banyak yang bisa sekolah di sana." Sebuah diskriminasi yang juga masih dirasakan anak-anak Indonesia di wilayah lain. Bahkan ayah (Michael Jakariminela) Denias lebih suka anak lelaki membantunya di ladang. Perut lebih penting dari otak.
Denias nyaris putus asa. Apalagi kemudian ketiga orang yang menyemangatinya satu persatu pergi. Namun pesan ketiga orang itu agar Denias tetap bersekolah membangkitkannya. Dia pun kabur dari rumah. Tujuannya adalah bersekolah, meski untuk itu dia harus melewati gunung, hutan, sungai dan lembah hingga berhari-hari. Bekalnya adalah sebuah peta Indonesia dari kardus bekas yang diberikan Maleo. Ternyata, pengorbanan itu pun belum cukup.
Denias sempat terlunta lunta di kota dan bersahabat dengan anak jalanan sebelum akhirnya dia bertemu bu guru Sam (Marcella Zalianty). Kepada guru itu Denias menuliskan kalimat di atas. Film ini memang belum berhenti sampai di sini. Perjalanan Denias untuk sekolah masih panjang. Namun penonton pasti sudah bisa menebak akhir cerita ini.
Film ini tidak saja mendramatisasi perjuangan seorang anak, tetapi juga potensi alam Papua. Hutan yang masih perawan, pegunungan yang berselimut salju, hewan langka serta adat primitif mendapat porsi cukup banyak di film ini. Dari sini juga latar belakang perlakuan diskriminasi yang dialami Denias ditampilkan. Potensi ini mungkin hanya ditemui di film Garin Nugroho yakni Biarkan Aku Menciummu Sekali Saja dan Mencari Madona.
Sang sutradara, John De Rantau mengakui dirinya memang ingin menyajikan alam Papua lengkap dengan potret kebudayaannya di film pertamanya ini. John sesungguhnya juga terlibat dalam kedua film Garin tersebut. Namun menurutnya ini film 35mm yang ber-setting alam Papua. Casting para pemain yang sebagian besar berasal dari Indonesia Timur juga mendukung cerita. Pujian terutama bagi Albert yang berhasil menghidupkan sosok Denias dengan sangat cemerlang.
Hanya saja, kisah ini mengalami kegagapan dalam bertutur. Skenario yang dikerjakan oleh Jeremias Nyangoen, Masree Ruliat, Monty Tiwa, serta John De Rantau kurang dapat menjembatani para tokoh dengan penonton. Mengapa ibu Denias begitu ingin anaknya sekolah? Mengapa Denias tiba-tiba terlibat dengan anak jalanan? Apa sebenarnya perjuangan ibu Sam agar Denias bisa diterima masuk sekolah? Padahal dia sudah ditentang kepala suku.
Kekurangan ini cukup mengganggu aliran cerita, sehingga terkesan lambat dan terputus-putus. Untunglah, terselip beberapa dialog yang lucu dan cerdas di film ini. Seperti ketika Denias melihat papan reklame sebuah produk daging impor yang dikiranya gambar anjing raksasa. Atau mengapa ayah Denias tidak mau membantunya saat berkelahi dengan kepala suku. Selain itu indahnya alam Papua adalah sebuah kekayaan yang sayang untuk dilewatkan Apalagi itu didukung score film (digarap Dian HP) yang menghidupkan dunia anak-anak yang polos, bersahaja sekaligus penuh semangat. Semangat ini juga menjadikan kisah ini segar dan berbobot. Impian Denias untuk menjadi Jack dan Kacang Polong adalah impian dari banyak anak Indonesia. Karena itu, film yang akan mulai tayang pada 19 Oktober nanti layak untuk menjadi tontonan seluruh keluarga Indonesia. Karena impian Denias adalah impian kita juga.
[1] Di sampaikan pada acara Nonton Bareng & Diskusi Film tanggal 08 Desember 2007 di Gedung PDM Ponorogo
[2] Anggota Arief Kurniawan, Muhammad Basuki, Diyah Erlina, Rila Setiyaningsih
posted by arief @ 22.38   0 comments
Babak Baru NU-Muhammadiyah
TIDAK semuanya menjadi kelabu di awal tahun ini. Setidaknya, masih ada pihak-pihak yang berusaha menyalakan obor untuk menerangi perjalanan bangsa ini agar tidak terjungkal ke dalam jurang. Adalah Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah yang telah 'menyalakan obor' itu, kemarin.
Dua organisasi Islam terbesar di Indonesia itu bersepakat untuk bersatu menyamakan konsepsi dan pandangan bagaimana secara bersama-sama ikut menyelamatkan Republik ini. NU dan Muhammadiyah juga satu nada untuk lebih memunculkan Islam yang lebih sejuk dan bersahabat. Kedua organisasi itu, yang masing-masing diwakili KH Hasyim Muzadi dari NU dan Syafii Maarif dari Muhammadiyah, akan mengadakan pertemuan-pertemuan yang dimulai dengan halalbihalal bersama.
NU-Muhammadiyah bersepakat untuk membuat gerakan Islam independen yang tidak bisa dibedakan lagi mana Muhammadiyah dan mana NU. "Ini akan menghindari adanya konflik-konflik yang sifatnya kecil dan sangat politis. NU-Muhammadiyah akan tetap bergerak dalam moral keagamaan dan tidak terseret dalam wilayah politik," jelas Hasyim Muzadi.
Sebuah peneguhan yang sejuk dan amat simpatik. Politik memang telah membuat hubungan antara NU dan Muhammadiyah meregang dan menegang. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) memang bukan sepenuhnya representasi warga NU dan Partai Amanat Nasional (PAN) bukan sepenuhnya mewakili warga Muhammadiyah. Tetapi, tak bisa dimungkiri, perseteruan politik kedua partai tersebut selama ini telah menyeret warga NU dan Muhammadiyah dalam jurang perbedaan yang semakin menjauhkan.
Kita masih ingat bulan madu yang hanya sebentar antara Abdurrahman Wahid (Gus Dur) dan Amien Rais menjelang hari-hari terakhir pemerintahan BJ Habibie. Amien menyebut Gus Dur my old brother dan Gus Dur menitipkan warga NU pada Amien.
Sayang, waktu bulan madu kedua tokoh itu hanya berlangsung singkat. Keduanya pun kemudian berseberangan jalan. NU dan Muhammadiyah pun seperti kembali pada pola hubungan yang stereotipe: saling berjauhan. Harapan masyarakat akan persatuan pun sirna.
Kini persatuan itu diteguhkan kembali setelah dikoyak berbagai turbulensi politik yang menegangkan antara NU dan Muhmmadiyah. Baik Ketua Umum PBNU Hasyim Muzadi maupun Ketua Umum PP Muhammadiyah Syafii Maarif bukanlah orang-orang politik seperti Amien Rais dan Gus Dur, dulu. Oleh sebab itu, bobot dari ikrar persatuan NU-Muhammadiyah itu akan lebih genuine, lebih murni.
Indonesia memang bukan hanya milik NU dan Muhammadiyah. Tetapi, sebagai organisasi besar berbasis Islam, keduanya adalah lokomotif untuk merekatkan persatuan di Republik ini. Jika kedua lokomotif ini berhenti, semua gerbong juga akan berhenti. Itulah sebabnya, sebagai lokomotif, NU dan Muhammaduyah harus benar-benar menyadari peranan mereka. Meregang dan merekatnya bangsa ini sangat tergantung dari bagaimana dua organisasi besar itu memberi contoh dan inspirasi. Maka, kita berharap ikrar persatuan NU-Muhammadiyah bernilai abadi.(dari dudung.net)
posted by arief @ 22.19   0 comments
GERAKAN IQRA'
Dasar Pemikiran
Sebagai kelanjutan dari Gerakan Sekolah Kader, IRM perlu untuk melakukan Gerakan Iqra' di seluruh kader ikatan. Untuk membaca dan menganalisa realitas sosial yang tidak monolitik tersebut diperlukan suatu pisau analisis tertentu. Untuk menemukan pisau analisis yang tepat dan tajam, Gerakan Iqra' IRM semakin menemukan fungsinya. Bahkan jika difatwakan ke dalam hukum Fiqh, Gerakan Iqra' menjadi wajib 'ain bagi setiap kader ikatan.

Gerakan Iqra' IRM memang sudah pernah dicanangkan sebelumnya, tetapi kenyataannya, gerakan ini belum berjalan dengan optimal. Banyak kendala dan hambatan ditemukan, di antaranya adalah lemahnya kesadaran kritis kader secara personal dan minimnya tradisi iqra' dalam budaya struktural organisasi kita. Dua penyebab ini mengakibatkan Gerakan Iqra' berjalan di tempat atau bahkan mati suri. Sadar atau tidak fakta ini merupakan potret buram Gerakan Iqra' kita, dan harus kita rubah bersama.

Hambatan yang lain adalah problem organisasi yang sedemikian kompleks. Di antaranya adalah padatnya agenda-agenda formal dan seremonial organisasi. Konflik personal dan organisatoris dan juga problem dana. Problem ini menyebabkan para pengurus dan kader IRM di setiap level tidak bisa concern dan serius untuk mengkampanyekan dan memasifkan Gerakan Iqro’ ini. Kader sudah habis energi, capek, lelah dan tidak punya waktu untuk serius mengurusnya.

Di tengah pergulatan globalisasi dan kompetisi gerakan lainnya, pilihan Gerakan Iqra' dalam tubuh IRM menjadi signifikan dan tetap relevan. Disadari bahwa yang salah bukanlah konsep gerakan Iqra' tersebut. Melainkan belum mampunya kita dalam mentradisikan gerakan ini. Oleh karena itu pada periode pasca Muktamar XV ini, kita harus serius merealisasikan gerakan ini menjadi sebuah kenyataan.

Nama Agenda Aksi
GERAKAN IQRA'

Pengertian
Gerakan Iqra' adalah gerakan pembudayaan tradisi membaca dan menulis kepada kader Ikatan Remaja Muhammadiyah di seluruh tingkatan.

Orientasi
Membangun tradisi intelektualitas dan keilmuan dalam gerakan IRM.

Tujuan
1. Mewujudkan tradisi membaca dan menulis di tubuh ikatan (IRM).
2. Mencipkan ruang khusus untuk melakukan diskursus wacana-wacana kontemporer.
3. untuk megasah dan mengembang-kan IPTEK.

Target
Terwujudnya tradisi membaca dan menulis sebagai salah satu ciri kader dan gerakan IRM.
suatu ruang diskursus untuk menanggapi segala wacana yang berkembang sehingga kader IRM dapat menciptakan dan atau memanfaatkan momentum.
-[Terwujudnya pembacaan kritis kader terhadap persoalan di sekitarnya sehingga kader ikatan dapat menjawab setiap persoalan tersebut.
Terwadahinya minat dan potensi basis kader untuk mengasah dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Bentuk Aksi
1. Pembiasaan membaca sebagai aktivitas wajib bagi setiap kader.
2. Kajian regular sebagai ruang tukar-menukar pengetahuan dari buku yang telah dibaca, yang dituangkan dalam tulisan.
3. Melakukan arisan tulisan terhadap tema-tema yang telah ditetapkan.
4. Menyelenggarakan pelatihan-pelatihan untuk merangsang motivasi kader dalam hal tulis-baca seperti, pelatihan jurnalistik, pelatihan menulis cerpen/novel, kursus bahasa asing, pelatihan debat, pelatihan metode penelitian dan lain sebagainya.
5. Menciptakan aktifitas aplikatif untuk menyalurkan kemampuan dan ketrampilan dari hasil pelatihan atau baca-tulis kader, dengan mengikutserta-kan kader dalam setiap lomba penulisan karya tulis ilmiah, popular, lomba cerpen atau dalam agenda lomba debat konstruktif antar pelajar/remaja.
6. Menciptakan komunitas kreatif untuk mengaktualisasikan potensi kader seperti kelompok-kelompok ilmiah pelajar (KIP), Kelompok pecinta Cerpen (KPC), Kelompok pecinta puisi/ sastra dan sebagainya.
7. Mengadakan forum dialog publik untuk merangsang pengetahuan kader dan sebagai upaya melakukan tranformasi pengetahuan terhadap publik.
8. Melakukan aktifitas rekreatif dengan mengajak kader ke tempat-tempat yang benuansa imajinatif, terkesan santai tapi serius, seperti berkunjung ke pusat-pusat perbukuan, silaturahmi tokoh, silaturahmi dengan pusat studi tertentu, membangun komunikasi aktif dengan gerakan pelajar lainnya, dan berkunjung ke masyarakat miskin kota, serta tadabur alam sebagai wahana membaca ayat ayat kauniyah.

Peserta
Seluruh kader/pimpinan dari ranting hingga pimpinan pusat dan diutamakan kader/ pimpinan di tingkat daerah, cabang, dan ranting.

Penyelenggara
Pimpinan IRM setingkat.

Penutup Lemahnya kesadaran kritis kader tidak terlepas dari lemahnya tradisi baca-tulis kader. Logika sederhana mengatakan bahwa tidak mungkin Gerakan Kritis-Transformatif IRM bisa terwujud jika tradisi tulis-baca sebagai ruh gerakan Iqra' masih belum terbangun. Maka pilihan slogan ikatan, Nuun Wal Qolami Wama Yasthuruun akan berakhir dengan sia-sia serta hanya akan terucap tanpa makna jika pengejewantahan pena dan apa-apa yang dituliskannya belum mendarah daging dalam jiwa kader. Justru itu Gerakan Iqra' sesungguhnya menjadi tumpuan dan harapan bagi keberlangsungan ikatan ke depan.
posted by arief @ 22.16   0 comments
MEMBUMIKAN GERAKAN IQRO ALA IRM

Oleh : Team PIP PD IRM Ponorogo[1]

Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM) sebagai organisasi dakwah amar ma’ruf nahi munkar yang bergerak dikalangan pelajar dan remaja mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap upaya mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas “luar-dalam”. Dengan demikian mereka mampu bersaing dalam percaturan dunia global dengan jiwa kemandirian yang mempunyai jati diri sebagai manusia, yaitu manusia yang mempunyai tanggung jawab untuk membangun peradaban, menegakkan nilai-nilai universal kemanusiaan sebagai khalifah Allah dimuka bumi sekaligus menyadari dirinya sebagai bangsa yang memiliki harkat dan martabat dihadapan bangsa lain.
IRM mencantumkan KeIslaman, Keilmuan, Kekaderan, dan Kemasyarakatan sebagai visinya perlu mencari langkah strategis terkhusus pada pencantuman visi Keilmuan sebagai tulang punggung pergerakan ini. Bidang Pengkajian Ilmu Pengetahuan mengkonsentrasikan gerakannya ke arah terciptanya tradisi ilmiah yang obyektif dengan penguasaan teknologi tepat guna dengan mempertimbangkan aspek kemanusiaan dan spiritualitas, juga di arahkan pengembangan wawasan kader yang berorientasi pada pembentukan wacana kedepan dalam konteks persaingan global. Apalagi merk gerakannya yang ilmiah, kritis, inovatifdan kreatif selalu disertakan setiap langkah gerak bidang ini.
Untuk merealisasikan misi perjuangan IRM dalam pengembangan ilmu pengetahuan, bidang PIP diberi amanat untuk menjalankan program besar. Lewat bidang ini di harapkan terjadi perubahan dan perkembangan yang revolusioner dalam meningkatkan kemampuan skill dan intelektual (membaca, menulis, dan meneliti) yang kritis dan transformatif serta bermental advokatif.
Bidang Pengkajian Ilmu Pengetahuan IRM, salah satu bidang dari organisasi Ikatan Ramaja Muhammadiyah yang mempunyai jaringan luas dari pusat, wilayah atau propinsi, daerah atau kabupaten dan cabang atau kecamatan serta ranting (desa atau sekolah) yang tersebar diseluruh penjuru Indonesia. Bidang ini yang membawai kampanye keilmuan sebagi satu agenda besarnya. PIP diharapkan mampu memberikan kontribusi gerakan riil untuk kemajuan minat baca buku dan pengembangan pengetahuan. PIP hadir dengan jargon “manusia pembelajar sejati” untuk menyikapi kondisi masyarakat remaja masa kini yang tak punya hasrat membaca dan enggan menjadi manusia pembelajar. Maka PIP mengusung gerakan kultural dengan kampanye baca buku. PIP suka maju, suka ilmu dan suka baca buku. Itu saja harus menginternalisasi seperti halnya tri tertib IRM tahun 90-an dengan menambah daya kritis dan kreatifitas. Kita tidak boleh menyerah pada ideologi sekolah mahal.
Kita tidak mau terperosok dalam lubang yang sama, maka kita harus rela belajar dari sejarah, demikian pesan dari jas merah Soekarno. Bukan bermaksud mengembalikan rezim Belanda menduduki negeri ini, tapi alangkah banyak hal yang mesti kita pelajari dari mereka termasuk budaya membaca mereka yang luar biasa!! Learning by doing, bisa karena terbiasa, dan terbiasa karena sudah bisa. Sangat mungkin, sukses karena membaca !!!
Idealnya, semakin sering menulis semakin besar frekuensi membaca dan sebaliknya sebab seperti yang dikatakan oleh Taufiq Ismail bahwa kebiasaan menulis tidak dapat dipisahkan dari hobi membaca, membaca adalah saudara kembarnya menulis”. Beliau juga pernah memberi pesan pada keluarga besar IRM di seluruh Indonesia untuk terus berkarya tulis dan giat membaca : “baca, baca, baca, tulis, tulis, tulis” !, demikian pesannya.
Semangat baca tulis merupakan semangat yang senantiasa dibangun dilingkungan pergerakan IRM dalam segala tindak-tanduknya yang juga termuat dlam logo IRM, Nuun Walqolami Wamaa Yasturuun, “demi pena (tulis) dan apa yang ditulisnya (baca)” sehingga kita bisa menarik kesimpulan apabila semangat baca tulisnya itu sudah memudar atau hilang maka peran vital IRM tersebut terancam musnah dari jiwa pergerakan.Dan ruang lingkup bidang ini adalah pelajar dan remaja yang tersebar diberbagai sekolah dan komunitas. Maka bidang ini mepunyai banyak potensi optimis untuk bis menggapai tujuan yaitu masyarakat “pembelajar”. Secara spesifik sebenarnya ada beberapa potensi yang kita miliki dalam melakukan gerakan keilmuan antara lain adalah : Pertama, untuk meningkatkan dan menyeimbangkan kualitas sumber daya manusia (SDM) khususnya pelajar/remaja sehingga mampu memberi kontribusi dalam kehidupan bermasyarakat. Kedua, untuk meningkatkan pengetahuan dan penguasaan tekhnologi mutakhir sehingga mampu bersaing dalam kehidupan yang semakin kompetitif dan dalam menghadapi dinamika globalisasi komunikasi. Ketiga, meningkatkan kesadaran remaja dan pelajar akan pentingnya membaca dalam rangka melakukan perubahan yang mendasar akan semakin merosotnya minat baca-tulis dilingkungan masyarakat. Dan yang terakhir adalah, mengembangkan karya tulis pelajar/remaja dengan melakukan berbagai pelatihan yang dapat membina dan memberdayakan potensi peljar/remaja. Di satu sisi pelajar dan remaja diharapkan menjalankan fungsi sebagai agent intelektual ; namun disisi lainnya berfungsi sebagai kelompok ilmiah remaja yag aktif melakukan kajian dan diskusi masalah ilmu pengetahuan yang terus berkembang serta memberikan layanan konsultasi penulisan karya tulis kepada pelajar dan remaja. Tiada kata terlambat untuk menumbuhan semangat optimisme dalam menghadapi perubahan sosial (transformasi Sosial) di tengah peradaban modern. Seluruh element bangsa harus bahu-mambahu memikul dan menjinjing setiap tantangan yang sedang kita hadapi. Sudah tiba waktunya untuk bangkit bersama menggali setiap potensi remaja secara kreatif dan inovatif melalui berbagai macam startegi sebagai bentuk kepedulian kita terhadap kemajuan peradaban bangsa Indonesia.
[1] Anggota Arief Kurniawan, Diah Erlina, Muhammad Basuki, Rilla Setyaningsih
posted by arief @ 21.53   0 comments
About Me

Name: arief
Home: Ponorogo, Jawa Timur, Indonesia
About Me: Terlahir dengan nama Arief Kurniawan, sekarang lagi mempopulerkan diri di dunia maya www.arief-sastra1.blogspot.com, facebook: che_kurnia@yahoo.co.id email: arief_sastra1@yahoo.com ^_^ dilahirkan dg normal digubuk reyot orang tuanya dg bantuan seorang dukun pd Ahad pahing, 16 Maret 23 tahun yg lalu. Sejak kecil hoby menulis, apa yang ada dlm pikiran kucoba rangkai dg kata2, kutulis dg pena atau kutuntun jemariku mengetik semua keluh kesah & pikiran yang ada. Hanya manusia biasa, tak sebaik malaikat & semoga tak sehina iblis. selalu berusaha utk selalu dekat dengan ALLAH SWT. Tiap shubuh hobby, mem-play winamp musik-musik kitaro atau murattal-nya Ustadz Sa’ad Al Ghomidy, saya menemukan sebuah kedamaian di sana. Banyak teman, tapi tak banyak sahabat. Mahasiswa Mahasibuk yang punya kerjaan sampingan jadi kuncen gunung Wilis dan penulis lepas di beberapa media serta aktif di organisasi dakwah. Bisa ditemui di gedung dakwah jl. Jawa 38 atau Gedung Central Group Ponorogo Jl. Batoro Katong 15 dan di Jl. Wilis 22, lebih tepatnya di depan komputer mencari ide dan menulis kata hati atau apapun yang bisa ditulis. Bisa dihubungi di nomor 0352 488676 atau 085645813815
See my complete profile
Previous Post
Archives
Links
Powered by

BLOGGER

© 2005 gerakan iqro' Blogspot Template by Isnaini Dot Com